Seorang jenderal senior Mesir mengakui ada "pemeriksaan keperawanan" terhadap perempuan-perempuan yang ditangkap dalam demonstrasi pada Maret lalu. Pengakuan itu merupakan yang pertama setelah sebelumnya pihak militer membantahnya.
Tuduhan itu terungkap dalam laporan Amnesty International yang dirilis setelah unjuk rasa 9 Maret. Dalam laporan itu disebutkan para demonstran perempuan dipukuli, disengat dengan listrik, digeledah dalam keadaan telanjang, diancam dengan dakwaan prostitusi, serta dipaksa menjalani pemeriksaan keperawanan.
Ketika itu, Mayor Amr Imam mengakui ada 17 demonstran perempuan yang ditangkap, tetapi dia membantah tuduhan "pemeriksaan keperawanan".
Kini tuduhan itu diakui oleh seorang jenderal yang meminta namanya tidak disebut, tetapi perwira itu membela dilakukannya pemeriksaan tersebut. "Gadis-gadis yang ditangkap itu tidak seperti anak-anak kita. Mereka tinggal di tenda dengan para demonstran lelaki di Lapangan Tahrir dan kami menemukan minuman beralkohol dan narkoba," ujarnya, seperti dikutip CNN, Senin (30/5/2011).
Sang jenderal mengatakan, pemeriksaan keperawanan itu perlu dilakukan agar nantinya para perempuan itu tidak mengklaim telah diperkosa oleh aparat Mesir.
"Kami tidak ingin mereka mengatakan bahwa kami sudah melakukan kekerasan seksual atau memerkosa mereka. Jadi, kami ingin membuktikan bahwa mereka sudah tidak perawan. Dan mereka memang sudah tidak perawan," kata sang jenderal.
Demonstrasi pada 9 Maret itu berlangsung di Lapangan Tahrir. Ketika itu militer Mesir menarik puluhan demonstran menuju gerbang Museum Mesir. Salah seorang demonstran yang disebut Amnesty International, Salwa Hosseini, mengisahkan pengalamannya kepada CNN. Dia mengaku dipaksa berbaring di tanah, dipukul, lalu disetrum dengan pistol kejut dan disebut pelacur.
"Mereka ingin memberi kami pelajaran. Mereka ingin kami merasa tidak bermartabat," ujarnya.
Perlakukan itu memburuk, kata penata rambut berusia 20 tahun itu, saat dia dan 16 perempuan lainnya dibawa ke pusat tahanan militer di Heikstep. Di tempat itu beberapa tahanan perempuan dipaksa menjalani "tes keperawanan".
Jenderal senior itu mengungkapkan, 149 orang yang ditahan setelah unjuk rasa 9 Maret diadili di pengadilan militer dan sebagian besar dijatuhi hukuman satu tahun penjara. Namun, pihak berwenang meralat kalimat itu menjadi "ketika mengetahui bahwa beberapa tahanan bergelar sarjana, kami memutuskan untuk memberikan mereka kesempatan kedua."
0 comments :
Posting Komentar